JALAN-JALAN MEN...!!!
Gimana acara
liburannya kawan-kawan massa KMKL..? Mudah-mudahan menyenangkan yah..
Mudah-mudahan bukan hanya mendapatkan kebahagiaan semata untuk kita seorang,
namun juga bisa menjadi jalan untuk orang lain berbahagia.
Terinspirasi dari salah satu channel YouTube yang menyajikan
tayangan jalan jalan di suatu kota akhirnya ada yang namanya kisi 02 Edisi
SosTrav.. Sosial Traveling.. Perpaduan antara JALAN-JALAN MEN..!!! Dengan
Acara, “ Jika Aku Menjadi...” Dan jadilah
#SosTrav.
Apaan sih SosTrav..? SosTrav adalah acara mengisi liburan
kita dengan jalan-jalan ke daerah-daerah yang masih tertinggal di ujung-ujung
Dunia yang ada di INDONESIA... Jangan salah loh temen-temen, masih banyak loh
desa-desa yang perlu uluran tangan kita. Perlu pencerahan-pencerahan kita yang
katanya sih manusia yang berwawasan,
manusia yang berpendidikan. Mereka yang di sana tidak seberuntung kita. Mereka tidak memiiki kesempatan yang sama
dengan kita untuk mengemban ilmu. Dan satu lagi
kawan.. kita juga yang lelah setiap hari hidup di kota sebenarnya bisa
menikmati indah dan juga sederhananya kehidupan di desa-desa terpencil loh
melalui SosTrav ini..
Kali ini kisi 02 akan menceritakan ngapain aja sih SosTrav itu..? Kebetulan daerah tujuan SosTrav adalah Garut. Kota yang sangat luas dan tidak terlalu jauh dari Bandung. Namun masih banyak desa-desa yang sederhana dan rumah-rumah bilik yang berdiri di kaki-kaki gunung. SosTrav kali ini kita JALAN-JALAN MEN ke kaki gunung Papandayan. Di lokasi perkebunan teh cisaroni di desa Babakan Minggu.
Perjalan di mulai malam hari dari bandung. Jumat malam di mana semua urusan perkuliahan dan juga perkantoran teman-teman yang lain tengah selesai. Barang bawaan kita persiapkan sebelumnya seperti snack-snack kiloan untuk mengadakan acara di sana, chiki permen, susu dan colat kesukaan anak-anak untuk di jadikan hadiah untuk anak-anak di lokasi SosTrav di garut. Tak lupa satu-persatu dari kantong kita pun diisi beras dan sembako secukupnya untuk keperluan makan di lokasi SosTrav nanti. Jangan sampe setelah tiba di lokasi kita malah memberatkan warga sekitar.
Angkutan menuju Garut hanya ada Elf dan juga ada bis kecil, itu pun ada di siang hari. Tapi alternatif yang bisa di ambil malam itu adalah elf. Kebetulan elf yang kita gunakan adalah tujuan Cikajang Garut. Harga elf untuk sampai garut sebesar 15rb per orang. Itu adalah tarif hasil tawar menawar sebelumnya. Kita manggunakan elf jurusan Bandung-Cikajang. Malam itu kita yang bermodalkan Nomor Handphone dan Alamat Desa kitapun nekat menuju desa sasaran. Dan di persimpangan yang gelap turun dari elf harus menggunakan angkot menuju desa lokasi. Beruntungnya jumlah kita yang ber delapan membuat supir angkot mau melayani dengan sistem borongan. Jadi perjalanan tambah menyenangkan dan mudah. Naik Angkot dengan harga 7rb sekali jalan kita langsung di antar di desa yang di tuju. Ternyata rumah ketua RT setempat yakni Pak Ade tidak jauh dari tempat kita di berhentikan. Kita pun di sambut oleh Pak Ade malam itu dan karena malam telah larut kita langsung di persilahkan beristirahat di rumah Pak Ade yang memang kondisinya telah modern menggunakan Bata dan berkeramik.
Tak kami sangka kondisi di daerah SosTrav kali ini adalah
daerah dataran tinggi. Suhu malam hari yang dingin cukup menghantam kami. Tapi
ini adalah kenikmatan yang mungkin tidak bisa di rasakan apalagi bagi
teman-teman yang tinggal di Kota besar yang panas udaranya. Setiap harinya
menhirup udara dari polutan-polutan mobil-mobil angkutan kota dan mesin-mesin
pabrik yang tak berhenti menyala.
Keesokan paginya yang kami lakukan adalah menyiapkan snack-snack yang kami bawa ke dalam kemasan-kemasan kecil. Bukan untuk jualan di desa babakan minggu. Tapi untuk di bagikan kepada para warganya. Tidak banyak yang kami bisa bawa. Juga tidak mewah. Tapi ini adalah tanda perkenalan kami kepada masyarakat yang ada di sana. Setelah itu langsung di lanjutkan dengan pencarian rumah-rumah Ter-ter-ter yang ada di sana.. Ter apa nih maksudnya..? Yang pasti bukan yang termewah. Yakni rumah-rumah yang nyaris rubuh, rumah-rumah bilik yang di huni oleh janda-janda tua dan juga rumah yang ter-sederhana di sana. Melalui rekomendasi pak Ade pun akhirnya di dapatkan 5 rumah ter-sederhana itu untuk di huni kami yang jumlahnya ber 10 itu.
Hangat sekali terasa penerimaan warga
sana terhadap kami. Hal ini terlihat dari setiap mengunjungi satu rumah kami
tidak kurang dari 30 menit. Pasti lebih. Karena meskipun di sebagian kami ada
yang tidak bisa berbahasa sunda namun malah asik dengan pembelajaran bahasa
sunda di TKP.
Dan Pada waktu dzuhur itu pun bada (setelah)
shalat dzuhur bapak-bapak yang ada di
desa itu berkumpul dan kami mengutarakan maksud kedatangan kami ke sana.
Khawatir ada yang salah tangkap. Karena ada yang bilang kami di sangka ingin
memberi saluran bantuan dari pemerintah. Nah,.. hati-hati dengan hal yang satu
ini. Pertama yang kami lakukan harusnya adalah mengutarakan maksud kita apa.
Ketika itu kami megutarakan ingin berjalan-jalan dan menimba ilmu dari warga
sana. Dan menegaskan bukan utusan dari intansi manapun apalagi sampai ada misi
politik dsb.
Sore Hari pun datang..
Bada ashar kami kumpulkan anak-anak Desa Babakan Minggu di halaman
masjid yang lumayan luas. Bermain mulai dari melakukan permainan “Kumpu ber….”,
Potong bebek angsa, pemainan expresi, berdongeng dan dilanjutkan dengan
pengambilan doorprice untuk semua anak, pembagi-bagian snack, susu dan coklat.
Lalu menjelang magrib di tutup dengan foto-foto dengan mereka. Terlihat sekali
keceriaan mereka bersama kaka-kaka yang datang. Namun juga telihat kesedihan
mereka ketika kami harus kembali ke rumah-rumah ter sederhana yang telah di
tentukan sebelumnya.
Setelah pulang dari bermain bersama anak-anak Desa Babakan
Minggu akhirnya kami kembali ke rumah masing-masing. Malakukan apa yang di
lakukan pemilik rumah. Sesuai kesepakatan kami. Namun tak begitu berat karena
di malam hari memang kegiatan yang ada adalah beristirahat. Jadi kami pun
mempersiapkan istirahat terbaik untuk esok hari yang akan lebih menyenangkan.
Namun di malam hari nya itu kami sempat membantu Pak Ory yang pekerjaannya
sebagai penjual cireng untuk mencetak cirengnya. Agar ketika keesokan harinya
pak Ory hanya tinggal menggoreng saja. Tak lama itu pun sebelum jam 9 malam
kami telah pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat. Rencananya di esok
hari kami akan berkebun dan ada juga yang menemani Pak Ory untuk berkeliling
kompleks untuk berjualan cireng. Hari Esok akan lebih menyenangkan.
kan, jarang-jarang kami bisa melihat wortel di cabut langsung dan juga melihat hamparan luas lahan yang Tuhan ciptakan begitu indah dari atas sana. Tak di sangka bahwa sekitar jam 10an kami di hidangkan makanan-makanan begitu lezat yang di buat langsung di sana. Di saung ternyata terdapat tungku dan juga beberapa alat masak yang sudah ada di atas. Begitu indah kehidupan mereka. Seperti di surga. Semuanya mereka tinggal petik dan masak. Dan kami pun dengan lahapnya makan setelah berlelah-lelah memanen dan menggarap tanah di sana. Semua nya terasa nikmat luar biasa. Serba alami saking alaminya kami makan beralaskan daun pisang dan dan berbumbukan canda tawa.
Berat rasanya untuk berpisah. Namun
tidak ada pilihan untuk ini. Dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan. Namun
sebelum pulang kami yang sepakat untuk tidak merepotkan rumah di mana kami
bermalam, maka kami membuat bingkisan berupa sembako untuk di berikan kepada
warga yang sudi menampung kami ketika itu. Sedih. Untuk mengobatinya kami melakukan
foto bersama terakhir di depan masing-masing rumah. Kepergian kami di antarkan
anak-anak desa sampai ke jalan raya.. Dengan lambaian tangan yang tak pernah
bisa kami lupa..